Komunikasi Produktif dengan Anak
Seperti biasa, hari Senin adalah Movie Time buat anak-anak. Pulang sekolah sore hari mereka tidak perlu diingatkan lagi untuk menyimpan perlengkapan sekolah pada tempatnya, mengganti baju, dan mencuci tangan dan kaki mereka sendiri. Ya, mereka memang sudah bisa dan biasa melakukan semua itu sendiri. Walau kadang masih perlu diingatkan 1-2 kali jika mereka keasyikan ngobrol atau bercanda.
Sesuai kesepakatan pagi tadi, mereka saya perbolehkan nonton film seri favorit mereka sambil makan chips. Tapi akhirnya setelah selesai nonton dan saatnya makan malam, mereka sudah sedikit kenyang. Ok, kita tunda sebentar makan malamnya. Saya izinkan mereka main dulu.
Waktunya makan, mereka dengan tertib makan di meja makan. Ini pun sudah menjadi kebiasaan dan memang salah satu rule di keluarga kami. Selain agar tidak ada makanan yang berceceran (ini soalnya saya paling malas nyapu dan ngepel), makan malam adalah salah satu waktu kami untuk berkumpul dan ngobrol. Biasanya anak-anak akan cerita apa saja yang mereka lakukan di sekolah hari itu dan apa saja yang mereka tunggu esok hari. Karena sekolah di sini menyenangkan (yang bikin ayah bundanya iri, pengen ikutan sekolah), jadi setiap harinya hampir selalu ada yang mereka tunggu-tunggu. Kadang kami pun diskusi tentang rencana aktivitas akhir pekan. Bisa dibilang, inilah family forum kami.
Athifa makan lebih lambat dari biasanya karena tadi dia terlalu asyik bercerita. Sedangkan abangnya sudah selesai makan dan lanjut bermain. Akhirnya dia merengek, bilang kalau dia sudah kenyang. Tapi saya minta dia tetap melanjutkan makannya dan tidak boleh beranjak dari kursi sampai makanannya habis.
"Bunda... I don't want to eat anymore..." Athifa kembali merengek.
Saya mulai sedikit kesal. Ini memang salah satu hal yang saya tidak suka: tidak menghabiskan makanan. Tapi akhirnya saya coba dekati. Saya duduk di sebelahnya.
"Kenapa Athifa gak mau habisin makanannya?" tanya saya.
"Mmh... Kenyang...," jawabnya pelan sambil cemberut.
"Tapi itu tinggal sedikit, lho. Paling juga dua sendok lagi. Ayo, dihabiskan." Saya masih berusaha membujuknya.
"But... Hhh...," keluh Athifa sambil melipat tangannya, "i also want to play with abang."
(Aha! Ternyata ini penyebabnya...)
"Terus, kalau gak dihabisin, makanannya mau dikemanain?"
"Mmh... Just... Throw it...?" jawabnya ragu.
"Athifa inget gak? Ayah pernah kasih lihat gambar dan video anak-anak yang di Afrika?" Akhirnya saya mulai bercerita tentang anak-anak yang kekurangan gizi, yang dulu pernah saya dan suami ceritakan ke anak-anak.
"I forgot..."
"Itu, lho... Yang dulu ayah kasih lihat, ada orang-orang yang gak punya uang, gak punya rumah yang bagus, gak bisa beli makanan, terus karena kurang makan badannya jadi kurus banget... Ada yang sampai kelihatan tulang-tulangnya. Jadi kayak skeleton yang dibungkus kulit. Kasian, ya?"
(Athifa mengangguk pelan sambil terlihat sedang membayangkan apa yang saya deskripsikan)
"Kita kan di sini bisa beli makanan, bisa makan enak, bisa tidur di tempat tidur yang comfy, bisa..."
"Bisa hug Bunda," katanya tiba-tiba memotong sambil memeluk saya (oohhh... so sweet...). Matanya mulai berkaca-kaca.
"Iya... Jadi kita harus bersyukur. Caranya dengan gak buang-buang makanan. Orang-orang yang gak bisa makan pasti sedih kalau tau kita malah buang-buang makanan. Jadi Athifa habisin makannya, ya. Sedikit lagi, bisa habis."
Saya cerita sambil menyuapinya sedikit-sedikit sampai akhirnya habis. Kami sama-sama bersorak. Athifa senang bisa menghabiskan makanannya, dan saya pun senang karena tidak harus membuang makanan. Dapet bonus peluk cium juga dari anak kecil ini. Alhamdulillah...
#hari12 #gamelevel1 #tantangan10hari #komunikasiproduktif #kuliahbundasayang #institutibuprofesional



No comments:
Post a Comment