Melatih Kemandirian Anak
Sejak hari pertama Ramadhan, semangat anak-anak untuk belajar beribadah semakin meningkat. Alhamdulillah... Masih konsisten belajar puasanya meskipun diselingi sedikit drama. Hehehe... Tidak hanya puasa, mereka pun semangat belajar shalat dan mengaji.
Rutinitas pagi Alhamdulillah tidak ada kendala. Walaupun si kembar sempat ribut karena Athifa terlambat bangun, yang artinya mereka bisa terancam terlambat berangkat sekolah 😁
Karena sejak mereka belajar puasa sampai Maghrib, otomatis jadwal tidur pun berubah semakin larut. Biasanya sekitar jam 20.00 - 20.30 mereka sudah masuk ke kamar dan bersiap tidur. Setelah sebelumnya rutinitas menggosok gigi, mengganti baju, menyiapkan tempat tidur sendiri serta kiss & hug diselingi diskusi ringan sebelum tidur dilakukan.
Di bulan Ramadhan ini mereka harus menahan kantuk karena Maghrib baru tiba menjelang jam 20.30. Artinya mereka baru bisa masuk kamar dan bersiap tidur setelah lewat jam 21.00, itu pun kadang Athifa sudah mulai ketiduran di meja makan. Hihi...
Akhirnya saya bangunkan Athifa yang masih meringkuk di bawah selimut. Saya bujuk dia dengan baju baru yang saya belikan pekan lalu. Baju yang bertuliskan sesuatu tentang ayah. Dan si anak ayah ini suka sekali dengan tulisan itu. Benar-benar menggambarkan perasaannya pada sang ayah 😄
Bujukan saya berhasil. Athifa bergegas ke kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok gigi. Iya, gak pakai mandi 😆 Kebiasaan di sini mandi hanya di sore hari, itu pun gak setiap hari kalau cuacanya masih dingin seperti ini.
Dengan bangganya dia keluar kamar sambil menunjukkan baju barunya.
"Ghaidan, Ghaifan, look at my shirt!" serunya pada kedua abangnya sambil tersenyum bangga.
Abang kembar hanya tertawa geli membaca tulisan di baju Athifa. Sambil menyiapkan bekal yang sudah saya taruh di meja makan, kedua abangnya ini lalu megingatkan Athifa untuk bersiap-siap karena kami sudah hampir terlambat.
Athifa sepertinya baru sadar kalau hari sudah mulai siang. Dia sedih karena tidak kebagian jatah membantu bunda menyiapkan bekal dan sarapan. Semuanya sudah siap. Bunda dan abang yang mengerjakan. Tapi akhirnya dia bisa menerimanya, dan kami pun berangkat sekolah dengan sedikit buru-buru karena sudah hampir terlambat.
Baru saja sampai di gerbang sekolah, Athifa sudah meminta peluk cium dan segera berlari menyusul kedua abangnya. Saya memang hampir tidak pernah lagi mengantarnya sampai Garderobe. Hanya sampai gerbang sekolah. Kepercayaan yang diberikan pada anak-anak untuk bisa mengurus diri sendiri memang jadi motivasi buat mereka untuk lebih mandiri. Alhamdulillah tidak ada keluhan lagi dari si kembar tentang Athifa yang lambat mengganti sepatu dan membuka jaketnya. Semua lancar.
Pulang sekolah saya jemput mereka di tempat after school care. Athifa masih asyik membuat prakarya. Saya ingatkan kalau hari ini adalah jadwal mereka nonton.
"It's movie day, remember?" Saya berusaha mengingatkan Athifa yang masih sibuk dengan kreasinya.
"Owh, you're right! But i want to finish this one first. Just a little bit more, please," pintanya pada saya.
"Ok. Jangan lama-lama, ya. Nanti kesorean. Kan mau baca iqra."
Tidak lama akhirnya Athifa mau diajak pulang. Saat di Garderobe, saya sempat memintanya berpose sebentar karena tidak sempat memfotonya di pagi hari 😁
![]() |
| Ini dia baju kebanggaannya 😎 |
Sampai di rumah, si kembar baru ingat kalau tugasnya belum selesai dikerjakan. Biasanya mereka menyelesaikan tugasnya di sekolah saat Hausaufgabenstunde (jam mengerjakan PR) di Nachmittagsbetreuung (after school care). Tapi karena memang tugasnya cukup banyak jadi belum selesai.
Saya minta mereka menyelesaikan tugasnya dulu sebelum nonton. Dan semua sepakat.
Selesai mengerjakan tugas, mereka malah bermain. Saya kebetulan sedang di kamar untuk menyelesaikan tilawah saya. Sampai akhirnya saya dengar suara-suara bising. Ternyata mereka sedang main pedang-pedangan.
"Jadi gak nontonnya? Kalau kesorean, nanti gak sempat baca iqra, lho."
Dan mereka pun segera membereskan mainannya, menyalakan tv, dan mengambil posisi di sofa. Setelah semua duduk manis dan rapi, barulah saya mainkan videonya.
Sedikit cerita tentang aturan tv di Austria. Ada aturan khusus jika ingin memasang antena di komplek apartement. Pertama harus mendapatkan ijin tertulis dulu dari pemilik apartement dan kedua ada iuran khusus sebesar 20-25 euro perbulan. Meskipun siaran yang kita terima berupa siaran bebas, bukan siaran tv kabel atau siaran berbayar lho. Mirip dengan iuran TVRI jaman dulu di Indonesia, yang tiap bulannya ada petugas keliling yang nagih iuran tv. Berasa deja vu 😅
Kami juga tidak berlangganan tv kabel karena selain harganya mahal, rata-rata acaranya juga berbahasa jerman. Jadinya kami tidak membiasakan untuk menonton acara tv setiap hari. Solusinya kami nonton dengan cara streaming melalui internet dan juga berlangganan NETFLIX. Dengan begitu, kami bisa memilihkan dan memantau tontonan anak-anak yang sesuai dengan usianya.
Selesai nonton, mereka melanjutkan permainannya. Saya sudah berkali-kali mengingatkan mereka untuk segera berwudlu dan shalat Ashar. Setelah itu adalah jadwal mengaji sambil menunggu Maghrib tiba.
Karena mereka masih asyik bermain, akhirnya jadi semakin lama bergerak ke kamar mandi untuk berwudlu. Bahkan saat berwudlu pun lama sekali karena sambil bercanda. Begitu terus sampai mereka siap memakai sarung dan mukena. Bahkan Athifa hampir lupa memakai mukena karena keasyikan bercanda dan bicara terlalu banyak.
"Udah... udah... Shalat dulu! Ini udah mau Maghrib sebentar lagi," kata saya mengingatkan lagi.
Mereka akhirnya segera mengambil posisi shalat. Hari ini giliran Ghaifan yang menjadi imam.
![]() |
| Shalat Ashar berjama'ah |
Selesai shalat dan berdo'a, mereka diskusi siapa yang mendapat giliran membaca Iqra pertama. Semua ingin duluan membaca, tapi akhirnya Athifa mengalah. Dia kebagian baca terakhir.
Maghrib tinggal 10 menit lagi dan Athifa baru mulai membaca Iqra. Di bulan Ramadhan ini mereka ingin membaca Iqra lebih banyak setiap hari. Tapi karena waktu berbuka sudah dekat, saya meminta Athifa untuk menunda bacaannya dulu.
"Athifa, ini udah mau Maghrib. Kita harus siap-siap buka puasa. Bacanya besok lagi, ya," bujuk saya.
"No...!! I want to finish it now!" Athifa mulai rewel dan nangis.
"Iya, tapi ini udah mau Maghrib. Kita harus buka puasa. Gak boleh melewatkan waktu buka puasa. Kata Allah kita puasanya sampai Maghrib," jelas saya.
Athifa masih menangis. Dengan berat hati dia menuju meja makan. Wajahnya masih sedih dan air matanya masih menetes. Buka puasa hari ini jadi mengharukan 😅
"Athifa maunya gimana?" Saya berusaha membujuknya lagi.
"I want to continue Iqra after drink. Just drink and then Iqra!" katanya.
"Ok, boleh."
Akhirnya Athifa mau membatalkan puasanya dulu dengan minum seteguk orange juice dan melanjutkan membaca iqra.
Saat makan, saya mencoba evalusai bersama anak-anak. Pelajaran yang diambil dari kejadian hari ini. Bahwa terlambat itu ternyata sambung-menyambung. Jika kita terlambat di salah satu jadwal, maka akan berpengaruh pada jadwal berikutnya. Begitu terus. Jadi semuanya terlambat. Maka sebisa mungkin kita harus bisa mengikuti jadwal yang sudah disepakati.
![]() |
| Sudah 3 stempel 😍 |
#hari13 #gamelevel2 #tantangan10hari #melatihkemandirian #kuliahbundasayang #institutibuprofesional






No comments:
Post a Comment